Terkuak, Rahasia di Balik Nama Tuhan yang Belum Anda Tahu di dunia

Terkuak, Rahasia di Balik Nama Tuhan yang Belum Anda Tahu

minggu 30 desember 2016
Terkuak, Rahasia di Balik Nama Tuhan yang Belum Anda Tahu
Situs bangunan kuno, Candi Brahu, di kawasan bekas kota Kerajaan Majapahit, Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. ANTARA/Ismar Patrizki
Banyuwangi – Sejarawan Banyuwangi, Jawa Timur, Suhalik, mengatakan nama tuhan sebenarnya sudah dipakai sejak era Kerajaan Majapahit. Penyebutan tuhan tertulis dalam Kitab Nawanatya, yang mengatur soal organisasi pemerintahan dan jabatan di Kerajaan Majapahit.

Suhalik menuturkan dalam kitab tersebut dikenal ada tuhan judi yang disematkan bagi pemimpin perjudian dan tuhan jalir bagi pengelola prostitusi. “Dalam kitab tersebut, tuhan berarti pengelola atau petugas,” kata Suhalik kepada Tempo, Kamis 27 Agustus 2015.

Kemudian, bila ada etnis Using Banyuwangi yang menggunakan Tuhan sebagai nama, Suhalik menganggap hal itu wajar. Sebab dalam sejarahnya, Banyuwangi yang dulu bernama Blambangan pernah menjadi vassal Majapahit. Masyarakat etnis Using pun dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Jawa kuno Majapahit.

Etnis Using Banyuwangi yang beragama Islam, kata Suhalik, menyebut Sang Pencipta dengan sebutan "Pangeran” atau “Gusti Allah”.
 


Heboh nama Tuhan bermula dari seorang tukang kayu asal Dusun Krajan, Desa Kluncing, Kecamatan Licin, Banyuwangi, Jawa Timur. Pria 42 tahun itu mendadak terkenal setelah KTP-nya diunggah seorang netizen di media sosial Facebook. MUI dan PBNU kemudian bereaksi dan meminta Tuhan mengganti atau menambah namanya.

Sejak itulah wajah Tuhan kerap kali hadir menghiasi layar televisi, media cetak, dan sejumlah media daring (online) dalam sepekan terakhir. Ayah beranak dua itu barangkali tidak pernah menyangka ia bakal menjadi pesohor. Hanya karena bernama Tuhan, ia lantas mendadak menjadi buruan awak media.

Jika publik sekonyong-konyong heran dengan namanya, Tuhan justru merasa nama pemberian orang tuanya itu tak bermakna khusus. "Selama ini semuanya biasa saja, tak ada yang bertanya maupun melontar guyonan," ujar Tuhan di rumahnya, Desa Kluncing, Kecamatan Licin, Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu, 22 Agustus 2015. Tuhan mengaku sebutan itu memang nama asli pemberian kedua orang tuanya, Jumhar dan Dawijah.


IKA NINGTYAS

Tak Ada Dasar Hukumnya, Kasus Ahok tak Bisa Ditangguhkan

Tak Ada Dasar Hukumnya, Kasus Ahok tak Bisa Ditangguhkan

  Bambang Widodo Umar
Bambang Widodo Umar
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kepolisian, Bambang Widodo Umar mempertanyakan kebijakan Polri apabila kasus dugaan penistaan agama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama atau Ahok ditangguhkan hingga selesai Pilkada DKI Jakarta 2017. Menurutnya, tidak ada dasar hukum jika kasus tersebut ditangguhkan.

“Dasar hukumnya apa? Misalnya KUHAP/KUHP, UU Pemilu, ada dasarnya. Kalau dasar hukumnya atas dasar perseorangan meskipun pejabat enggak boleh,” ujar Bambang saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (21/10).

Sebagai negara hukum, kata Bambang, semua harus tunduk kepada hukum. Kapolri maupun Presiden harus menjunjung tinggi hukum. Dalam UUD 1945, semua warga negara sama dihadapan hukum.

Belum lagi dalam Pasal 28 UU No 2 Tahun 2002 tentang kepolisian tentang pejabat kepolisian tidak boleh ikut campur dalam politik praktis. Bambang meniliai, upaya penangguhan proses hukum Ahok merupakan gejala politisasi terhadap Polri.

“Jika benar, ini harus dicegah, baik oleh Presiden maupun Polri sendiri,” kata Bambang.

Di samping itu, adanya Pasal 28 UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian termasuk konsekuensi dari implementasi dari negara hukum. Karena itu, semua pihak termasuk yang membuat kebijakan harus tunduk kepada UUD 1945 yang menyebutkan semua orang tunduk kepada hukum.

Proses hukum dugaan penistaan agama oleh Ahok ada kemungkinan ditangguhkan oleh Polri hingga Pilkada serentak 2017 selesai. Hal tersebut juga pernah dilakukan di Pilkada serentak 2015 sebelumnya pada masa Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. Namun, penangguhan tersebut diambil dalam rapat terbatas.